Showing posts with label Motivasi. Show all posts
Showing posts with label Motivasi. Show all posts

Tes Kepribadian Diri

Ada sebuah website yang salah satu fungsinya adalah untuk mengetahui kepribadian seseorang. Dengan menjawab beberapa pertanyaan di situs tersebut hingga selesai, kemudian situs tersebut otomatis akan menyimpulkan termasuk tipe kepribadian manakah kamu sebenarnya. "Permainan" itu bernama iPersonic. iPersonic dikembangkan oleh psikolog. Felicitas Heyne, pengembang dan pendiri tes kepribadian iPersonic adalah psikolog terkenal dan penulis buku. Beliau adalah anggota afiliasi internasional American Psychological Association (APA). Karena rasa penasaran akhirnya saya mencoba tes ini, dan hasilnya saya termasuk tipe Pelaku Peka. Hasil ini benar-benar hampir mirip dengan kepribadian yang saya rasakan sendiri. Ini dia hasil tes kepribadiannya:


Tipe Pelaku Peka adalah orang-orang yang lembut, rendah hati, dan pendiam. Mereka menangani kehidupan sehari-hari dengan baik dan menyukai keleluasaan pribadi mereka. Dengan sifat optimis dan tidak banyak bicara, mereka juga adalah pendengar yang baik yang sering dicari orang dan orang lain merasa nyaman ditemani mereka. Singkatnya, tipe ini adalah yang paling mudah disukai dan paling ramah di antara semua tipe kepribadian. Toleransi dan sikap hormat kepada orang lain membuat kepribadian mereka menonjol. Mereka sangat penuh kasih sayang, murah hati, dan selalu bersedia membantu. Mereka terbuka dan tertarik pada segala hal baru atau yang tidak diketahui oleh mereka. Namun demikian, jika sistem nilai dalam diri atau perasaan keadilan mereka dilukai, tipe Pelaku Peka dapat sekonyong-konyong dan secara mengejutkan menjadi keras dan tegas.

Tipe Pelaku Peka menikmati kenyamanan kehidupan sebaik-baiknya. Mereka sangat bahagia dalam kehidupan sehari-hari. Tipe Pelaku Peka biasanya seniman berbakat atau perajin yang amat trampil. Kreativitas, imajinasi, dan terutama persepsi yang tajam hanya sedikit dari kekuatan mereka. Tipe Pelaku Peka sangat berorientasi pada kekinian; perencanaan jangka panjang dan persiapan tidak menarik bagi mereka. Mereka menghadapi hidup sebagaimana datangnya dan bereaksi dengan luwes terhadap tuntutan sehari-hari. Mereka tidak menyukai terlalu banyak rutinitas dan hal-hal yang bisa ditebak. Bakat mereka muncul ke permukaan ketika proses pekerjaan beragam dan tidak ada banyak aturan. Tipe Pelaku Peka suka bekerja sendiri; jika mereka menjadi bagian dari tim, mereka tidak terlibat dalam permainan persaingan atau kekuasaan dan lebih memilih hidup dan bekerja sama secara harmonis dan terbuka.

Tipe Pelaku Peka sangat puas dengan lingkaran pertemanan yang kecil namun akrab karena kebutuhan kontak sosial mereka tidak terlalu besar. Di sini mereka juga menghindari konflik – pertengkaran dan perselisihan menimbulkan cukup banyak ketegangan bagi mereka. Tipe Pelaku Peka biasanya sangat menyukai binatang dan sangat pandai berhadapan dengan anak kecil. Sebagai pasangan, tipe ini setia dan dapat diandalkan serta bersedia mencurahkan diri ke dalam suatu hubungan. Saling menghargai dan toleransi sangat penting bagi tipe Pelaku Peka. Kecintaan mereka terhadap kesenangan menjadikan mereka teman yang menyenangkan yang dengan mereka seseorang dapat mengalami saat-saat yang intens. Mereka suka memperlakukan pasangan mereka dengan penuh perhatian, memberi mereka hadiah-hadiah kecil, dan sangat peka terhadap kebutuhan-kebutuhan pasangannya – seringnya lebih dibanding terhadap kebutuhan mereka sendiri. Namun demikian, jika mereka bertemu orang yang salah, mereka memiliki risiko dimanfaatkan. Mereka akan mengalami kekecewaan mendalam jika itu terjadi.

Nah, bagi yang mau mencoba "permainan" ini, bisa mampir disini => http://www.ipersonic.net/ (iPersonic). Selamat mencoba.

Read More..

Dijodohkan...

Orang-orang tua kita dulu, kebanyakan menikah karena dijodohkan. Kenapa mereka mau saja dijodohkan? Kan kenal juga belum? Cinta apalagi? Jawabannya simpel: karena nilai-nilai kehidupan yang dianut di jaman tersebut.

Dulu, orang-orang tua kita diajarkan nasehat yang sangat lembut: "Witing tresna jalaran saka kulina." Artinya (buat yang bukan orang jawa), kita bisa jatuh cinta karena terbiasa bersama. Ketika anak-anak ditanamkan nilai seperti ini, maka dia akan tumbuh dengan keyakinan, cinta adalah proses panjang. Saat tiba dewasa, dijodohkan dengan orang lain, mereka mengangguk bersedia, maka genap sudah nilai-nilai tersebut bertransformasi. Apakah pernikahan itu akan awet? Tergantung seberapa yakin mereka dengan nilai-nilai kehidupan tersebut. Tanpa keyakinan, maka bubar jalan. Tapi dengan keyakinan tangguh, apapun yang terjadi, pertengkaran, berantem, tidak cinta, sing penting dijalani. Insya Allah, nduk, tole, witing tresna jalaran saka kulina. Dan cinta itu benar-benar tumbuh. Lihatlah orang-orang tua kita, setelah menikah berpuluh-puluh tahun, wajah mereka bahkan jadi mirip satu sama lain. Gerak tubuh suami-istri, ekspresi senyum, intonasi suara. Mirip sekali.

Apakah hari ini anak-anak kita bersedia dijodohkan? Lagi-lagi tergantung nilai-nilai kehidupan yang kita berikan kepada mereka hari ini. Tulisan ini tidak akan membahas mana yang lebih baik, mana yang lebih unggul. Apalagi menjelek-jelekan satu cara, sementara memuji-muji cara lain.

Mungkin, anak-anak hari ini lebih percaya atas cinta yang dicari sendiri. Berkenalan dengan jodohnya sendiri, melewati fase-fase saling mengetahui, baru menikah. Itu pilihan jaman. Dan setiap jaman memilih caranya sendiri. Hanya saja, ada satu catatan ajaib yang perlu diketahui: seberapa yakin kita dengan cara, nilai-nilai kehidupan tersebut. Karena itulah kata kunci dari semua urusan.
Tanpa keyakinan, cinta hanya soal suka dan tidak, adik-adik sekalian. Dan sama persis seperti urusan suka dan tidak suka makan bakso, kita besok lusa bisa bosan, bisa malas, bisa ilfil. Pernikahan lebih panjang dibanding urusan makan bakso. Kita tidak bisa istirahat, minta cuti, atau break menikah. Tidak ada juga time out, apalagi gencatan senjata. 
Orang tua dulu juga sering menasehati: "Anak-anakku, cinta itu buta". Maka pernikahan akan membuat kita melek. Melihat semuanya. "Akan ada yang setelah menikah, bisa melihat semakin indahnya cinta tersebut. Juga ada yang setelah menikah, bisa melihat ternyata cinta tak semanis kata-kata gombal saja."

Mana yang lebih awet antara dijodohkan, pakai pacaran, pakai kenalan, pakai ini, itu, dan sebagainya? Tidak ada jawaban pastinya. Karena semua itu tidak ada korelasinya dengan awet atau tidak. Yang ada: rambu-rambu agama tidak bisa diterabas begitu saja. Tidak bisa diganggu-gugat.

Semoga kalian memiliki pemahaman terbaik soal jodoh, menikah ini. Ingat baik-baik, itu semua adalah kehidupan kita, kitalah yang akan menjalaninya. Bahagia, tidak bahagia, kita yang akan menjalaninya. Apakah kita mau seperti orang tua kita, menikah 40 tahun, 50 tahun, dan wajah mereka cerah satu sama lain, amboi terlihat mirip, dua sahabat sejati.

Coretan dari Darwis Tere Liye.

Read More..

Aduh, Rok Mini

Soal rok mini ini memang menggelitik. Saya sendiri di dalam dilema yang besar. Alasannya, pertama karena saya laki-laki. Kedua, karena saya belum pernah memakai rok mini. Sebagai orang berpendidikan, saya khawatir perspektif saya terhadap rok mini ini menjadi sangat subyektif, dipenuh asumsi, dan ngawur. Tapi sebenarnya saya selalu ingin mengajukan pertanyaan kepada setiap pengguna rok mini atau celana super pendek di area publik demi mendapat sudut pandang yang obyektif dari si pemakai agar saya tidak salah sangka:

1. "Mbak-mbak, boleh tau apakah dengan rok mini yang mbak pakai itu, saya atau kami boleh menikmati paha mbak?"
2. "Kalau boleh, apakah mbak memang sengaja agar kami melihatnya? atau malah risih kalau kami melihatnya?"
3. "Atau tolong jelaskan kepada kami, bagaimana seharusnya kami boleh menikmati paha mbaknya biar mbak merasa nyaman dan kita bisa sama-sama menikmati, agar saya merasa aman dalam menikmati, dan mbaknya nikmat juga dilihati?

Pertanyaan ini sebenarnya penting untuk ditanyakan sebagai dasar ilmiah untuk mengambil kesimpulan, tapi belum kesampaian saya tanyakan sampai saat ini. Malu nanyanya. Dan saya memilih untuk menikmati rok mini tersebut dengan diam-diam, dengan "etika" yang saya karang sendiri agar tidak berdampak sosial yang buruk. Ada yang bilang ini soal iman. Kalau iman kuat, rok mini lewat. Saya kira setiap orang beriman yang jujur, kalau ditanya pasti menjawab akan timbul pikiran bukan-bukan ketika menjumpai perempuan muda berpaha indah memakai rok mini atau celana pendek sekali di tempat umum. 

Tidak usah jauh-jauh, saya sendiri akan mengaku beriman, sholat tidak pernah lewat, kadang-kadang juga ngaji, tapi rok mini is rok mini, daya tariknya sungguh sering melewati daya tangkal iman. Kalau ada yang bilang "Pikiran situ saja yang jorok", duh, ingin sekali saya jawab "Saya sudah susah payah membersihkan pikiran dari yang nggak-nggak, tapi situ lewat sambil menjorok-jorokkan paha …. memaksa untuk dilihat". Soal hak, semua memang punya hak masing-masing. Selama masih berada di tempatnya, hak menjadi sesuatu yang aman bagi dirinya maupun orang lain. 

Contohnya merokok. Saya yakin itu adalah hak. Tidak seorangpun kecuali keluarga dan orang-orang yang bergantung hidupnya pada perokok boleh melarang orang untuk merokok. Tetapi ketika merokok di tempat umum, hak itu jadi tidak aman untuk orang lain. "Tolong ya mas, merokoknya di ruang merokok, atau menggunakan helm full face saja biar asapnya tidak terhirup oleh saya". Gimana kalau perokok menjawab, "Ya situ saja jangan hirup asap saya kalau memang tidak suka bau asap". Kira-kira Anda mau langsung mengajak adu hantam tidak? Mamainkan musik adalah hak. Tetapi ketika bertetangga, genjrang-genjreng di jam dua pagi di depan rumah orang, kira-kira akan membuat tidur orang terganggu tidak? Gimana kalau ketika ditegur si penggitar menjawab "Tolong ya Bu, kalau memang tidak suka dengan suara gitar saya, ibu jangan dengerin suaranya, gitar- gitar saya kok ibu yang repot". Kira-kira si ibu akan melempar sandal atau tidak? Kalau bermainnya di dalam kamarnya sendiri, di studio musik kedap suara, saya kira volume sebesar apapun tidak akan jadi masalah. Minimal tidak jadi masalah untuk orang lain. 

Sama jadinya dengan rok mini dan hot pant. Di rumah, rok mini akan menjadi sangat asik, aman, dan nyaman buat semuanya. Apalagi di kamar, tidak pakai rok pun akan semakin menambah suasana jadi lebih sesuatu banget. Dan, semua orang akan merasa happy dan dijamin aman. Tapi di boncengan sepeda motor, di busway, di jalanan … duuuh biyung, please mbak, bu, kalau sekadar saya yang lihat dijamin akan aman. Karena nafsu dan pikiran saya akan saya manage sedemikian rupa sehingga akan hanya meledak tanpa melukai Anda. Tapi kalau yang nafsunya meledak itu lelaki yang sedang sakit parah jiwanya dan tak tau tempat? Pemerkosa adalah orang yang sedang sakit jiwanya. Dan kata orang tua, mencegah lebih mudah dan murah dari pada mengobati. Mengobati mereka tetap harus dilakukan karena bisa membahayakan orang lain, berapapun biaya material dan sosial yang dibutuhkan, termasuk kita memberi makan mereka di penjara seumur hidup.  Tapi sambil mengobati, akan lebih cerdas, mudah, dan murah kalau kita semua juga ikut mencegah, salah satunya dengan tidak mengguanakan rok mini di tempat umum. Masih banyak pilihan busana yang lain, yang tetap menarik (tanpa menggoda) dan pantas. Cara ini pasti lebih murah sebelum ada yang menjadi korban lelaki sakit jiwa. Kecuali, kalau memang rok mini telah menjadi sumber penghasilan pengenanya. Mbak-mbak, ibu-ibu. Sebagai lelaki, saya selalu mengagumi perempuan. Dalam teori saya, perempuan itu setiap inchi kulitnya adalah fashion. Karena itu, benang dililit-lilit pun ke beberapa bagian tubuh, sudah seperti keindahan yang menyeluruh. Perempuan juga sangat ekspresif. 

Mereka suka bicara, suka berdandan, suka "menunjukkan" keindahan dirinya. Itu memang kodratnya. Dan sedikit ini komentar lelaki. Kami-kami ini juga sangat ekspresif. Tapi berbeda caranya dengan perempuan. Kami tidak terlalu suka bicara, suka berdandan, menunjukkan keindahan diri sendiri. Tapi langsung bertindak. Sebagian yang lain, ekspresinya malah tidak terlihat sama sekali. Tetapi sesuatu di balik celananyalah yang langsung bereaksi. Maka, seperti Bang Napi bilang, 
Kejahatan terjadi bisa bukan karena niat pelakunya, tetapi ketika ada kesempatan. 
Semoga kita semua aman dan selamat. di manapun berada. Aamiin... 

Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=396122653772788&set=a.143784039006652.42274.100001251696304&type=1&relevant_count=1

Read More..

Kehidupan "Mini" di Gerbong Ekonomi

Jam tua di depan kantor kepala Stasiun Jebres menunjuk angka 10.30 WIB. Itu artinya 20 menit lagi yang aku tunggu-tunggu akan datang. Sesekali aku mengintip secarik tiket orange. Melihat nomor gerbong dan nomor tempat duduk yang sudah disiapkan untuk ku. Tak lupa membawa sedikit cemilan dan minuman sebagai teman diperjalanan. Semakin lama, kerumunan di Stasiun semakin ramai. Kebanyakan orang di Stasiun tersebut menunggu apa yang aku tunggu. 

Setelah jam tua itu menunjuk ke angka 10.50 WIB, akhirnya muncul juga dari perbukitan. Sesosok besi yang saling berkaitan. Sebuah Lokomotif model CC201 berwarna putih dengan logo Kereta Api Indonesia di sampingnya yang menarik gerbong-gerbong menjadi satu kesatuan. Sebuah garis putih di samping rel menjadi batas bagi penumpang yang akan naik. Dengan harga yang relatif murah, menjadikan sarana transportasi ini digemari semua elemen masyarakat.

Suara rem terdengar dari kejauhan. Seakan menjadi sinyal bagi aku untuk bersiap-siap. Kemudian sesosok besi itu berhenti di depan ku. Kereta Api Pasundan sudah siap untuk mengantarkan ku pulang ke kampung halaman untuk bertemu orang tua. Dengan raut wajah yang gembira aku mencari tempat duduk yang akan setia menemani ku saat perjalanan Solo-Cilacap. Dua Ibu-Ibu dan sesosok bapak-bapak dengan wajah yang relatif tua menjadi teman sebangku ku. Ramah dan baik hati, kesan pertama untuk ketiga orang ini.

Seiring dengan berbunyinya peluit dari sang penjaga stasiun, pemandangan diluar sedikit demi sedikit bergerak. Perjalanan jauh siap aku tempuh bersama gerbong K3-5 ini. Gerbong ekonomi yang mengangkut sekitar 40-50 penumpang dengan berbagai tujuan. Disinilah kehidupan “mini” itu dimulai. Kehidupan di dalam gerbong ekonomi. Kehidupan yang selalu saja menarik untuk kita selami. Para pedagang asongan, pengamen, pengemis seakan menjadi aktor di kehidupan “mini” ini. Mereka turut serta meramaikan gerbong ini.

Lelaki paruh baya dengan berpakaian baju batik lengkap dengan kopiahnya menyapa aku. Lelaki yang bertempat duduk disebelah ku. "Dek, turun dimana nanti?", tutur beliau. "Mau turun di Stasiun Banjar pak", balasan ku sambil memberikan senyuman khas ku. "Kalau bapak turun dimana?", tanyaku. "Oh, kalau bapak bentar lagi juga turun, turun di purwosari dek", balas sang bapak. "Wah bentar lagi dong pak, emang bapak dari mana?", balasan ku. "Bapak dari Surabaya dek". "Wah, jauh juga ya pak", balas ku.

Percakapan dengan teman sebangku ku diakhiri dengan hangat. Seakan-akan perbincangan antara bapak dan anaknya. Selain hangatnya percakapan tadi, suasana di dalam gerbong juga tak kalah hangatnya, bahkan lebih mendekati ke suhu yang panas. Seperti di oven di sebuah dapur raksasa dengan suhu lebih dari 100 derajat celcius. Keringat sudah tak terbedung lagi, seperti air terjun niagara, mengucur deras ke sela-sela baju yang aku kenakan. Tak ada tissue, baju pun jadi. Aku husap keringat-keringat di badan dan leher ku dengan baju yang aku pakai. Parfum yang aku gunakan sebelum berangkat sudah tak mampu lagi menahan bau keringat khas ku. Kebetulan cuaca di luar sangatlah terik. Matahari sedang tak malu-malu kucing lagi menunjukkan sinarnya ke penduduk bumi. Awan-awan di langit seakan-akan sedang tak mau menemani sang mentari, menemani untuk mengurangi teriknya. Sinar-sinarnya masuk melalui jendela-jendela yang terbuka lebar. Angin sepoi-sepoi juga turut masuk kedalam gerbong. Mengurangi suhu didalamnya.

Dengan kondisi ini, penjual es sedikit diuntungkan. Banyak sekali penjual es berlalu lalang di gerbong ini. Berbagai macam jenis minuman ditawarkan. Ada air mineral yang dibekukan, ada es teh lengkap dengan botolnya, ada minuman kesehatan, ada pula kopi tak lupa dengan susunya. Memang unik cara penjual memperdagangkan dagangannya. Ada yang ditarik dengan tempat minum yang menyerupai kursi kecil, ada yang digendong seperti menggendong anak, ada pula penjual yang memanggul dagangannya. Cara penjual mempromosikan dagangannya pun tak kalah uniknya.

“Ora enak, ora bayar”, ujar salah satu penjual disudut gerbong. Teriakan si penjual tadi sedikit mengusik ketenangan aku. Ketenangan karena kepanasan dan kehausan. Aku tertarik akan kalimat yang penjual itu katakan. Masih lekat logat ngapaknya, logat khas daerah Banyumas. “Pak, beli”, panggil ku. Si penjual datang mendekati tempat duduk ku. “Oia mas, mau yang mana?”, balas si penjual. “Emangnya bapak jual minuman apa aja disini?”, sambungku. “Wah uakeh mas, ini ada es teh, dawet, aqua, es kacang ijo. Gula ne juga asli lho. Mau pilih yang mana?”, lanjut si penjual. “Es teh aja deh pak, berapaan pak satunya?”, ujarku. “Murah mas, cuma 2 ribu”, tambah si penjual. “Ini pak uangnya, yang masih dingin loh pak”. “Siap mas”. Uang 2 ribu rupiah sudah berpindah tangan. Es teh dengan air gula asli pun sudah aku genggam. Suara air meluncur ke dalam tenggorokan terdengar cukup keras. Dahaga yang aku rasakan tiba-tiba hilang karena es teh itu. Memang benar rasa es teh itu enak, rasa manisnya alami, tidak ada unsur pemanis buatan didalamnya.

Tak sadar, jarum jam tangan ku sudah menunjuk ke angka 2. Pantas saja rasa panas semakin menyengat, pukul 2 siang merupakan puncaknya siang hari, matahari tepat di atas gerbong, seakan-akan sedang mengintai. Tiba-tiba ada suara perut yang terdengar. Aku baru sadar, sudah sejak pagi hari aku belum makan. Bergegas lah aku mencari penjual makanan. “Yang anget yang anget”, terdengar suara ibu-ibu setengah baya. Aku langsung saja mencari asal dari suara itu. Dan ya ketemu. Seorang penjual makanan nasi bungkus, ditambah dengan pecel dan makanan kecilnya seperti mendoan, tahu, bakwan. Dibandingkan dengan makanan nasi bungkus yang dijual diluar sana, nasi bungkus yang didagangkan di dalam gerbong sangatlah murah. Dengan 5 ribu kita sudah mendapatkan nasi bungkus dengan lauk pauk ayam.

Selang beberapa menit kemudian, perut sudah terisi penuh dengan nasi bungkus dan aku pun mulai mengantuk. Rasa kantuk menyerang karena kondisi gerbong yang sudah lumayan tidak panas lagi, ditambah dengan perut yang sudah terisi. Tiba-tiba ada seorang anak kecil menghampiri ku. Dengan pakaian yang apa adanya, terdapat sobekan disana-sini. Berjalan menghampiri seperti jalannya “suster ngesot”. Ternyata anak itu menderita cacat di kakinya dari lahir. Dengan muka yang memelas, anak itu menjulurkan tangannya. Seakan membuat sinyal ingin meminta uang. Rasa kantuk ku yang tadi kurasakan, agak sedikit menghilang. Aku cari uang di sela-sela kantong celana ku. Kutemukan beberapa uang kecil untuk anak ini. “Nih dek, ada sedikit rejeki buat kamu”, ujar ku. “Makasih kak”, balas anak itu. 

Kejelasan isi UUD pasal 34 ayat (1) patut untuk dipertanyakan disini. Dalam pasal itu, katanya fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, tapi dalam kenyataan dapat kita lihat tadi. Seorang anak meminta-minta demi melanjutkan hidupnya, demi sesuap nasi. Sungguh ironis dengan kenyataan ini. Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, negara luas dengan penduduk yang beraneka ragam, tentunya pasti bisa mewujudkan pasal 34 tadi. Asal ada kemauan dan niat yang keras dari semua orang, khususnya pemerintah. Tak ada yang mustahil.

Jam tangan ku sudah menunjukkan ke angka 17.15, kereta api pasundan sudah tiba di Stasiun Banjar. Aku pun bergegas segera meninggalkan tempat dudukku dan turun dari kereta. Kulihat ada deretan bangku yang kosong, sedikit kurebahkan badan ku ke salah satu bangku itu. Sembari menunggu jemputan dari rumah aku berpikir betapa berharganya pengalaman ku selama perjalanan didalam gerbong tadi. 

Sebuah kehidupan “mini” tersaji didalam gerbong ekonomi. Kehidupan penuh cobaan, penuh semangat demi mencari sesuap nasi. Dengan pengalaman yang berharga tadi, dapat dijadikan sebagai patokan bahwa perjuangan hidup itu memang berat. Didalam gerbong tadi, kehidupan mini yang penuh cobaan dapat diibaratkan sebagai bapak si penjual minuman, ibu si penjual makanan nasi bungkus, dan si anak laki-laki yang mengemis. Namun kita jangan menyerah dengan keadaan. Asal ada kemauan pasti ada jalannya.

Dhany Dimas O
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

Read More..

Nasionalisme Punya Musim?

Mungkin anda semua agak tergelitik atas judul artikel diatas. Rasa penasaran dan ingin tahu anda mulai timbul dari judul di atas. Kita semua pasti sudah sering mendengar kata Nasionalisme itu sendiri. Dari SD hingga SMA, kita sudah diberikan pelajaran PPKN, yang tentunya pelajaran tersebut bertujuan untuk meningkatkan rasa Nasionalisme kita terhadap Negara Indonesia. 

Sampai di bangku Perguruan Tinggi pun kita masih menemui pelajaran serupa walau dengan nama yang berbeda. Di FISIP sendiri, khususnya jurusan ilmu komunikasi untuk semester satu terdapat mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Mata kuliah yang membantu kita untuk membuka mata lebih lebar lagi akan kondisi negara kita saat ini dan tentunya mencari formula yang tepat untuk keadaan Indonesia saat ini.

Lalu ketika TIMNAS Indonesia mengikuti turnamen Pra-Piala Dunia, semua masyarakat Indonesia beramai-ramai mendatangi toko-toko baju olahraga untuk membeli seragam TIMNAS. Seragam dengan nama Christian Gonzales dan Irfan Bachdim tentunya sudah ditebak yang paling laris dibeli. Bila TIMNAS bertanding, Stadion Utama Gelora Bung Karno sudah pasti dipenuhi suporter-suporter Indonesia. Warna merah mendominasi disetiap sudut stadion. Tak ada tempat lagi bagi suporter tim lawan untuk mendukung negara kesayangannya. Semua berteriak lantang satu kalimat, yaitu Indonesia.

Namun, apa yang terjadi setelah kompetisi tersebut selesai? Kehidupan sehari-hari kembali berjalan seperti biasanya. Masyarakat yang dulu berteriak satu kalimat, Indonesia!!! Kini sudah mulai bercerai berai membela masing-masing klub daerahnya, dan saling mengejek satu sama lain. Kita pasti sudah tahu perseteruan abadi antara suporter Persija dengan Persib. Sudah tak bisa dihitung lagi kerusuhan antara kedua kelompok suporter tersebut.

Tinggalkan sejenak masalah sepakbola, coba kita tengok di lingkungan sekitar kita. Ada berapa banyak orang yang buang sampah sembarangan? Berapa banyak orang yang melanggar lalu lintas? Berapa banyak orang yang telat bayar pajak? Dan berapa banyak lagi orang yang selalu menanyakan "apa yang sudah negara berikan kepada kita ?", seharusnya pertanyaan itu dikembalikan kepada kita sendiri, "apa yang sudah kita berikan kepada negara ?".

Seperti yang sudah saya jabarkan di atas, kita semua pasti sudah tahu arti dari kata Nasionalisme, namun apakah kita sudah paham? Memberi semangat TIMNAS saat bertanding memang penting. Ini akan memberikan multivitamin tambahan bagi para pemain di lapangan. Tapi apa gunanya bila rasa Nasionalisme itu muncul hanya pada saat TIMNAS bertanding? Muncul pada saat para TKI disiksa oleh majikannya di luar negeri? Dan ketika NKRI berseteru dengan negara tetangga, Malaysia? 

Rasa Nasionalisme pada saat-saat tersebut cenderung hanya bersifat sementara, seperti Nasionalisme musiman. Ada kasus yang muncul dan menyangkut nama Indonesia, maka banyak masyarakat yang berteriak lantang mendukung Indonesia. Bila kasus-kasus tersebut sudah tak muncul lagi di ranah media, teriakan-teriakan Nasionalisme seakan-akan kembali diam membisu, seperti handphone yang sedang silent.

Tumbuhkan rasa Nasionalisme itu dari hal-hal kecil yang kita lakukan sehari-hari. Niscaya rasa itu kemudian akan tumbuh subur dihati kita. Hal-hal kecil itu diantaranya, seperti membayar pajak tepat waktu, menaati peraturan lalu lintas, dan membuang sampah pada tempatnya, serta ada banyak lagi yang lainnya. Karena arti singkat dari Nasionalisme itu sendiri adalah rasa cinta terhadap tanah air. Cintai negara mu, maka negara akan mencintai mu.

Dhany Dimas O
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS

Read More..

Kesempatan vs Kesulitan


Dalam hidup ini, kita di berikan pilihan juga kesempatan. Namun, jika kita tak mau membuka mata dan hati kita untuk melihat dan mengerti akan kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita, maka kesempatan itu akan hilang begitu saja. Dan jikalau kesempatan itu sampai hilang, maka hanya akan ada sebuah kata yaitu "Penyesalan".

Mungkin kita akan mengatakan :
"Seandainya waktu itu aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu, mungkin...."
Penyesalan memang selalu datang belakangan. Seandainya pun waktu dapat diputar kembali, maka kita pun akan berharap kesempatan yang telah hilang akan kembali lagi. Dan kita akan menjalankan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Itu seandainya waktu bisa kembali, tapi sayangnya tidak kawan.

Ketika kita mendapatkan kesempatan itu, kita tak lepas dari kesulitan. Hambatan-hambatan yang menghalangi kita saat kita mendapatkan kesempatan. Yang membuat kita kadang ingin menyerah, lengah dan ingin mengakhiri saja. Tapi karena kita selalu berfikir "Kesempatan tak Datang Dua Kali". Ini adalah kesempatan untukku, belum tentu kesempatan ini aku dapat hari esok. Kita tak peduli akan kesulitan dan hambatannya, yang kita tahu ini adalah kesempatan, dan kesempatan tak akan datang dua kali.

Sebaliknya,...ketika kita dalam kesulitan hidup, sebenarnya kita mempunyai kesempatan. Ketika cobaan datang, membuat kita rapuh, tak semangat, bahkan sampai jatuh. Sebenarnya kita punya kesempatan, kesempatan untuk berbenah, dan untuk bangkit. Disaat sulit, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan. Disaat sedih, selalu ada kesempatan untuk meraih kembali kebahagiaan.

Di saat jatuh selalu ada kesempatan untuk bangkit kembali,dan dalam kondisi terburuk pun selalu ada kesempatan untuk meraih kembali yang terbaik untuk hidup kita. Bila kita setia pada perkara yang kecil maka kita akan mendapat perkara yang besar. Bila kita menghargai kesempatan yang kecil, maka ia akan menjadi kesempatan yang besar.

Jadi, apa perbedaaan antara hambatan dan kesempatan? Perbedaannya terletak pada sikap kita dalam memandangnya. Selalu ada kesulitan di kala setiap kesempatan dan selalu ada kesempatan dalam setiap kesulitan.

"Hargai Setiap Detil Kesempatan dalam Hidup Kita"

Sumber: http://inamuth2.blogspot.com/

Read More..

Go Green Indonesia!!!...


Sering kita mengeluh akan panasnya cuaca hari ini. Perubahan iklim /cuaca yang semakin ekstrim ini terjadi akibat adanya pemanasan global (global warming). Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Bicara masalah pemanasan global, kita pasti akan terbayang gambaran-gambaran negatif akibat global warming.

Pernahkah Anda mendengar ungkapan : “Bumi ini memiliki musuh yang luar biasa hebatnya, yaitu manusia”. Memang benar adanya manusia adalah musuh bumi setelah kita lihat dengan seksama gaya hidup manusia beserta dampak yang ditimbulkan dari ulah tersebut.

Bukankah bumi ini merupakan titipan dari anak cucu kita? Titipan yang seharusnya dijaga kelestariannya, bukan malah merusak dan menghancurkannya. Maukah kita disebut sebagai musuh terbesar bumi? Tentunya tidak. Marilah bersama-sama berpartisipasi dan berusaha keras untuk menjaga bumi ini dai kehancuran sebagai wujud tanggung jawab kita akan Tuhan beserta generasi penerus kita.

Stop Global Warming, Go Green Indonesia. Go Green Indonesia adalah upaya kita dalam menciptakan negeri yang hijau yang bertujuan melestarikan dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi semua makhluk.
Tiga hal pokok yang menjadi dasar dalam gerakan “Go Green Indonesia” adalah :
1. Reduce
Reduce adalah upaya penghematan dan selektif dalam pemanfaatan sumber daya energi.
2. Reuse
Reuse adalah upaya pemanfaatan kembali sumber energi / pemanfaatan kembali peralatan-peralatan yang masih layak digunakan.
3. Recycle
Recycle adalah upaya daur ulang limbah. Mengubah barang bekas menjadi produk lain yang berguna bagi masyarakat dan lingkungan.

Setelah memahami 3 hal pokok yang menjadi dasar gerakan Go Green Indonesia selanjutnya kita harus menerapkannya di dalam kehidupan kita. Kita dapat memulainya dari diri sendiri dan dari lingkungan rumah.
Caranya :

1. Buanglah sampah pada tempatnya. Pisahkan antara sampah organic dan un-organic.
2. Daur ulang sampah.
3. Mengurangi pemakaian kantong plastik atau benda apapun yg sulit untuk mengurai.
4. Menjadi vegetarian.
5. Kurangi menggunakan kendaraan pribadi karena dapat menambah polusi udara.
6. Hemat energi listrik, air dan BBM.
7. Gunakan lampu hemat energi.
8. Mengurangi kebiasaan merokok. Akan lebih baik jika menghentikan kebiasaan ini.
9. Tanamlah pohon disekitar rumah.
10. Melakukan reboisasi atau apapun yang bisa menambah pohon di bumi.

Hijaukan bumi dengan tangan kita. Menanam pohon di sekeliling lingkungan kita. Satu pohon dapat mengurangi satu ton CO2. Coba bayangkan jika kita menanam ribuan pohon. Kita akan melihat Indonesia yang hijau, sejuk dan nyaman dipandang mata.

Dengan memulai membiasakan Go Green di rumah, kita akan terbiasa pula melakukannya di sekolah, kampus dan kantor. Dengan gerakan Go Green, suatu saat kelak kita akan berteriak kepada anak cucu kita dan berucap “Kuberikan warisan terbaik dan termahal yang pernah ada, yaitu bumi yang hijau dan lestari". Bertindaklah sebelum terlambat.


Sumber: http://himakomunssolo.blogspot.com/

Read More..

Kisah Seekor Cicak


Seringkali kita merasa khawatir akan masa depan, tanpa sedikitpun mengambil upaya untuk masa depan. Kita hanya menunggu keadaan itu membaik, tanpa kita melakukan upaya apapun. Kenapa kita harus menunggu?? Lihatlah cicak!!...

Cicak?? Kenapa harus cicak??
Kita semua tahu bukan, makanan cicak adalah nyamuk. Coba bayangkan, cicak binatang yang merayap di dinding, ia tak memiliki sayap untuk terbang. Sedangkan nyamuk, binatang yang sangat kecil yang bisa terbang. Lalu, bagaimana cicak menangkap nyamuk??

Tuhan telah menjamin rezeki setiap makhluknya. Begitu pula dengan cicak, Tuhan telah melengkapi cicak dengan kemampuan khusus untuk menangkap nyamuk. Demikian pula dengan manusia, Tuhan telah menganugerahkan beberapa potensi dalam diri kita seperti akal, tangan, kaki, mulut, dll agar kita bisa menjemput rezeki kita dengan menggunakan potensi yang telah Tuhan berikan kepada kita.

Bayangkan jika cicak itu berdiam diri. Ia akan mati kelaparan. Lain halnya jika cicak itu berpikir dan berusaha bagaimana caranya menangkap nyamuk. Begitu juga dengan manusia. Tuhan tidak akan merubah nasib kita, kalau kita tidak mau merubahnya sendiri. Kita harus menggunakan potensi yang kita miliki untuk mendapatkan apa yang kita mau.

Kekhawatiran tidak akan merubah keadaan menjadi bertambah baik, melainkan bertambah buruk. Jangan hanya berdiam diri, menunggu keadaan membaik. Hilangkan kekhawatiran dan percayalah Tuhan bersama kita.

Sumber: http://inamuth2.blogspot.com/

Read More..

time is...

contact me on...

about me...

My photo
Cilacap - Solo, Jawa Tengah, Indonesia
Hobinya sih motret, tapi bukan fotografer, cuma tukang foto biasa. Hasil foto dari segala jenis kamera. Sekadar share tentang dunia fotografi, jurnalistik, tugas kuliah, dan cerita-cerita lainnya. Happy Blogging...